banner 984x163
SPORT  

Upacara Pembukaan Olimpiade Paris 2024 Menuai Kontroversi Akibat Parodi Perjamuan Terakhir

Pembukaan Olimpiade Paris 2024 Dinilai Hina Agama dan Promosikan LGBT

Sumateratoday.com– Upacara Pembukaan Olimpiade Paris 2024 Menuai Kontroversi Akibat Parodi Perjamuan Terakhir

Upacara Opening Olimpiade Paris 2024 menuai sorotan dan kontroversi akibat pertunjukan yang dianggap menampilkan parodi Perjamuan Terakhir.

Pertunjukan tersebut, yang melibatkan para drag queen, dinilai vulgar dan menghina agama tertentu.

Kritik keras datang dari berbagai pihak, termasuk Islamolog Ayang Utriza Yakin, yang menyatakan bahwa semangat olahraga seharusnya mengedepankan nilai persamaan, kejujuran, dan keadilan, serta menjauhkan diri dari isu agama dan politik.

Jiwa dan semangat olahraga itu harus jauh dari simbol dan isu agama dan politik, tetapi mereka justru memasukkan simbol agama tertentu ke dalam olahraga. Lebih daripada itu, dengan penampilan di acara pembukaan Olimpiade, mereka mencemooh, mengejek, dan merendahkan agama Kristen.

”Menurut saya, hal ini jauh dari semangat saling menghormati antara pemeluk agama,” jelas Ayang Utriza Yakin, peraih master dan doktor sejarah dan filologi dari Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales (EHESS) Paris, yang dihubungi NU Online pada Selasa (30/7/2024) malam.

Pembukaan Terburuk dalam Sejarah
Peneliti di SciencesPo Bourdeaux, Prancis, yang akrab disapa Riza, menyebut pembukaan ini sebagai yang terburuk dalam sejarah olimpiade dunia.

“Ini adalah pembukaan Olimpiade terburuk sepanjang sejarah,” tutur Riza.

Ia mengkritik pertunjukan yang menampilkan seni dan budaya Prancis dengan kualitas rendah, yang mengecewakan banyak masyarakat Prancis dan Eropa pada umumnya.

“Ini adalah pembukaan Olimpiade oleh negara Prancis, negara yang dianggap memiliki kebudayaan dan citra rasa seni yang tinggi, justru menampilkan seni yang begitu rendah, sangat rendah sekali,” imbuhnya.

Riza juga menduga bahwa acara tersebut dikendalikan oleh kelompok elit kecil yang mempromosikan agenda LGBTQ+. Menurutnya, tindakan ini justru berpotensi mengurangi simpati terhadap komunitas LGBTQ+ dan meningkatkan antipati.